Pembelajaran
berkarakter dalah suasutu system pembelajaran dengan cara membangun siswa
melalui penguatan dan motifasi, baik
secara primer, sekunder ataupun diperkaya, sehingga timbul semangat kesadaran
kepada siswa didik, untuk memahami dirinya sesuai dengan nilai-nilai yang
dikandungnya, bakat dan kesanggupan dalam membentuk kepribadiannya.
Secara garis besar
Bloom, bersama kawan-kawanya, merumuskan
3 ( tiga ) ranah atau domain besar tujuan pendidikan, yaitu :
- Ranah Kognitif ( cognitive domain )
- Ranah Afektif ( affective domain )
- Ranah Psikomotor ( psychomotor domain ).
Dari
Ranah Afektif , Bloom, bersama
kawan-kawanya menjelaskan lima pokok bahasan dalam rencana pembelajaran afektif/ berkarakter, sebagai berikut :
1.
Menerima ( receiving ) : kesediaan untuk diperhatikan.
2.
Menanggapi ( responding ) : aktif berpartisipasi.
3. Menghargai ( valuing ) : penghargaan kepada
benda, gejala,
perbuatan tertentu.
perbuatan tertentu.
4. Membentuk ( organization ) : memadukan nilai-nilai yang
berbeda, menyelesaikan pertentangan
dan membentuk system nilai yang
bersifat konsisten dan internal.
berbeda, menyelesaikan pertentangan
dan membentuk system nilai yang
bersifat konsisten dan internal.
5. Berpribadi ( characterization by of value
complex ) : mempunyai
system nilai yang mengendalikan perbuatan
untuk menumbuhkan “ life style “ yang
mantap.
system nilai yang mengendalikan perbuatan
untuk menumbuhkan “ life style “ yang
mantap.
Ini adalah tujuan akhir kepada siswa, apakah siswa sudah
menunjukkan sikapnya, baik secara internal atau eksternal, dan mengembangkan
diri serta pribadinya secara konsisten dan bertanggung jawab. Sehingga bias
membentuk system nilai yang terkandung didalam hatinya bukan sebagai pengacau,
pemberontak, atau penghancur, melainkan sebagai innovator dan pembangun yang
mantap. Sebagai guru harus pandai-pandai melihat perbedaan kepribadian siswa
tersebut, sehingga dapat melakukan pendekatan humanisme secara tepat baik
secara klasikal ataupun secara individual.
A.
Krisis Moral
dan Kepribadian
Kita hidup dalam sebuah dunia yang gelap, dimana setiap orang meraba-raba, namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih, dan tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus, dalam hal ini masyarakat mungkin mengalami krisis moral. Krisis moral dapat ditandai oleh dua gejala yaitu tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya perilaku sosial, sedangkan keterasingan menandai rusaknya hubungan sosial.
Penyebab terjadinya krisis moral adalah :
Kita hidup dalam sebuah dunia yang gelap, dimana setiap orang meraba-raba, namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih, dan tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus, dalam hal ini masyarakat mungkin mengalami krisis moral. Krisis moral dapat ditandai oleh dua gejala yaitu tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya perilaku sosial, sedangkan keterasingan menandai rusaknya hubungan sosial.
Penyebab terjadinya krisis moral adalah :
- Adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika dan estetika
- Hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya
- Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral
- Lemahnya
peranan lembaga sosial yang menjadi basis pendidikan moral
Krisis moral ini menimbulkan begitu banyak ketidakseimbangan di dalam masyarakat yang tentunya tidak membuat masyarakat bahagia. Maka solusi yang sangat tepat bagi masalah ini hanya satu yaitu : Kembali menempuh jalan Allah, kembali kepada jalan islam. “Maka, barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah : 38)
B.
Pembentukan
prilaku
Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain :
1. Faktor internal :
Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya
Faktor-faktor pembentuk perilaku antara lain :
1. Faktor internal :
Instink biologis, seperti lapar, dorongan makan yang berlebihan dan berlangsung lama akan menimbulkan sifat rakus, maka sifat itu akan menjadi perilaku tetapnya, dan seterusnya. Kebutuhan psikologis, seperti rasa aman, penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Kebutuhan pemikiran, yaitu akumulasi informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti mitos, agama, dan sebagainya
2. Faktor
eksternal
Lingkungan keluarga
Lingkungan sosial
Lingkungan pendidikan
Islam membagi akhlak menjadi dua yaitu :
fitriyah, yaitu sifat bawaan yang melekat dalam fitrah seseorang yang dengannya ia diciptakan, baik sifat fisik maupun jiwa.
Muktasabah, yaitu sifat yang sebelumnya tidak ada namun diperoleh melalui lingkungan alam dan sosial, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Masalah mentalitas Sumber Daya Manusia (SDM), tentunya tidak lepas dari urusan pendidikan. Seperti dikemukakan Ibrahim bahwa:
Lingkungan keluarga
Lingkungan sosial
Lingkungan pendidikan
Islam membagi akhlak menjadi dua yaitu :
fitriyah, yaitu sifat bawaan yang melekat dalam fitrah seseorang yang dengannya ia diciptakan, baik sifat fisik maupun jiwa.
Muktasabah, yaitu sifat yang sebelumnya tidak ada namun diperoleh melalui lingkungan alam dan sosial, pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Masalah mentalitas Sumber Daya Manusia (SDM), tentunya tidak lepas dari urusan pendidikan. Seperti dikemukakan Ibrahim bahwa:
“Konflik-
konflik yang muncul di tanah air akhir-akhir ini sangat terkait dengan aspek
sosial budaya, dan agama…hal ini disebabkan karena lemahnya peran pendidikan
yang menanamkan nilai kebersamaan dan solidaritas sosial dalam era pluralitas.
Membangun nilai kebersamaan dan solidaritas social bukanlah pekerjaan mudah,
tetapi menuntut pendidikan nilai yang dilakukan secara terus menerus dengan
penjiwaan setiap orang “(2007: 3-4)
Ada
tiga hal pokok dalam pernyataan Ibrahim, bahwa persoalan yang dihadapi bangsa
kita tidak berdiri sendiri, bahwa penyebabnya adalah lemahnya peran pendidikan
nilai, dan yang terakhir adalah bahwa penanaman nilai membutuhkan waktu, proses
yang terus menerus dan berkesinambungan.
Dalam
konteks tanggungjawab bersama ini, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar
Dewantara menyebutkan tentang “Tri Centre Pendidikan”, yaitu: keluarga
(informal), masyarakat (non formal) , dan sekolah (formal). Ke tiga jalur
pendidikan tersebut haruslah seimbang dan terintegrasi, saling menunjang antara
satu dan lainnya. Tanpa kerjasama yang baik diantara ke tiga nya, maka mustahil
pendidikan akan berhasil efektif sesuai yang diamanatkan oleh UUD 1945.